Hari ini dikenal sebagai hari ketika ayah dari anak perempuan mengundang suami si anak perempuan ybs. Jika makanan dari pesta “Hari Ulang Tahun Kaisar Giok” tempo lalu masih tersisa banyak, ini bisa digunakan pihak keluarga untuk menjamu anak dan menantunya.
Ada juga tradisi “Melewati Jembatan Warna-Warni”. Ini adalah tradisi di kota Jieyang, Provinsi Guangdong. Jembatan akan dihiasi dengan lampion-lampion serta bendera-bendera berwarna-warni. Ketika malam tiba, orang akan berbondong-bondong datang dan menjadikan jembatan ini sangat ramai.
Di Binyang, Provinsi Guangxi, ada Perayaan Pao Long 炮龙节. Pao Long ini mirip dengan Wu Long (barongsai), hanya saja berukuran lebih panjang, panjangnya sekitar 40 meter. Saat diadakan Perayaan Pao Long, setiap rumah akan menyalakan petasan. Ada pepatah “Jika petasan (Pao) tidak berhenti, tarian naga juga akan terus berlanjut.” Itulah alasannya barongsai ini disebut Pao Long.
Setiap tahun, masyarakat di seluruh Guangdong akan merayakan “Tianding” “添丁”. Di zaman dahulu Tianding berarti melahirkan anak lelaki, namun di zaman sekarang dimana sudah emansipasi wanita, arti Tianding berubah menjadi melahirkan anak laki-laki dan perempuan – melanjutkan keturunan. Untuk merayakan ini, orang-orang Hakka (Khek) akan menggantung lampion, karena dalam pelafalan Hakka Lampion (mandarin dibaca Deng) dan Ding mirip. Masyarakat akan berdoa dengan lampion tersebut untuk kesehatan si anak.
Di daerah Fuzhou, Tanggal Sebelas ini disebut juga Shang Cai Ri “上采日”,ini adalah hari penting sebelum Capgomeh, memiliki makna “Menyambut musim semi serta mendapat rezeki.” Makanya, setiap rumah wajib menyalakan lampion, bahkan ada keluarga yang menyantap “Masakan Shang Cai” di malam hari. Di masa kuno memang perayaan Capgomeh tidak hanya di satu hari saja, namun berlangsung beberapa hari sebelum bahkan sampai sesudah Capgomeh.
Masyarakat juga akan berdoa pada Dewi Ungu / Ci Gu 紫姑. Menurut legenda, Dewi Ungu dulunya adalah istri kedua di salah satu keluarga. Istri resmi iri padanya, lalu di Tanggal Lima Belas ini, Dewi Ungu dibunuh di dalam toilet. Thian (Dewata) jatuh kasihan padanya, dan iapun diangkat menjadi Dewi Toilet. Namun masyarakat memujanya bukan karena ia adalah Dewi Toilet, melainkan karena Dewi Ungu mewakili para perempuan yang sangat tertindas di budaya patriarki zaman kuno. Iapun dipuja di antara kaum wanita, menjadi dewi melindungi kaum wanita yang teraniaya.
1 Comment
You really make it appear so easy with your presentation however I find this topic to be really one thing that I think I would by no means understand. It sort of feels too complicated and very broad for me. Im taking a look ahead for your subsequent put up, I will attempt to get the grasp of it!