Budaya dan pengobatan Jepang kuno memiliki dokumentasi yang terbatas, tetapi ketika masa keemasan Jalur Sutera, karena letak Jepang yang dekat dengan China dan Korea, terjadi pertukaran budaya dan ini mendorong perkembangan budaya, mencakup juga seni dan teknologi, dan tentunya pengobatan akupuntur.
Pengobatan tradisional Jepang sangat dipengaruhi oleh pengobatan China, yakni herbal medicine, akupunktur, moksa, tao-yin dan pijat.
Pengobatan asing pertama yang dikenalkan ke Jepang berasal dari Silla (Korea) tahun 414 M, dan dokumentasi pertama mengenai herbal berasal dari Wu (China) tahun 562. Dokumen tersebut juga berisi data akupuntur seperti jalur meridian dan acupoint. Berangsur-angsur, Jepang yang harus terlebih dulu menerima pengobatan China via Korea, kini bisa langsung ke China sendiri.
Tahun 701, disahkan Ishitsu-rei, hukum medis pertama di Jepang. Hukum ini mengesahkan bahwa akupuntur sepenuhnya diatur oleh pemerintah. Institusi dan perguruan tentang pengobatan Jepang juga diatur dalam hukum ini.
Hubungan antara Jepang dan China di masa kuno paling banyak terjadi di periode ini. Golongan aristokrat Jepang banyak belajar ke China, kemudian membawa pulang ilmu-ilmu untuk diadopsi ke Jepang. Tahun 894 M, pengobatan Tang mempunyai fondasi yang kuat di Jepang. Tahun 984 M, Yasuyori Tamba, dokter akupuntur Jepang mempersembahkan Ishinpo, buku medis akupuntur, kepada Kaisar. Tapi setelah itu, hubungan Jepang-China sempat terputus.
Periode Edo (Abad 17th–19th): Jaman Isolasi, Keteraturan dan Kedamaian
Periode ini memutus Jepang dengan seluruh hubungan negeri asing, tetapi membawa keteraturan dan kedamaian, dan perekembangan Jepang dalam segala segi sangat pesat.
Di zaman ini Waichi Sugiyama seorang akupunturis tuna netra, pertama kali mempublikasikan akupunktur tuna netra. Cara ini memudahkan tuna netra sebab untuk memasukkan jarum ke tubuh pasien, akupunturis bisa dibantu oleh tabung – sebelum memasukkan jarum, tabung kecil seukuran jarum ditempelkan ke tubuh, lalu jarum dimasukkan melalui tabung tersebut. Akupunturis tuna netra hanya perlu melatih keterampilannya dalam memilih titik akupuntur. Cara ini bahkan juga dipakai oleh akupunturis non tuna netra di Jepang.
Sugiyama juga membentuk sekolah khusus tuna netra, yang melatih akupuntur dan pijat. Sesudah itu, banyak sekolah medis dibuka untuk tuna netra. Begitu terkenalnya pengobat tuna netra di Jepang, sampai sekarangpun orang Jepang berasumsi bahwa akupunturis dan pemijat pasti tuna netra.
Hubungan Jepang dengan luar negeri benar-benar terputus, kecuali dengan Belanda. Tapi masih ditemukan buku akupuntur Jepang dalam bahasa Inggris oleh Hermann Bushoff di 1676. Dia juga mencatat kata “moxa” (Indonesia, moksa), yang ternyata berasal dari Jepang, mogusa.
Di zaman ini banyak wabah penyakit. Rakyat tentunya sangat bergantung pada pengobatan, akupuntur kebanyakan digunakan oleh praktisi yang terlatih dan moksa lebih umum digunakan masyarakat. Karenanya di zaman Edo moksa sangat populer dan penerapannya sangat luas. Para biksu Buddha umum mengobati dengan moksa dan sekarangpun tetap banyak kuil Buddha yang memberikan pengobatan moksa.
Juga sedang merebak tradisi masyarakat untuk pergi ke pemandian air panas untuk menyembuhkan penyakit. Seorang penyair terkenal, Basho Matsuo, menulis dalam diari perjalanannya bahwa ia selalu membawa-bawa moksa. Moksa ternyata tak dapat dipisahkan dari kehidupan pengelana.
Karena hanya Belanda satu-satunya negeri asing yang berhubungan dengan Jepang, tak heran banyak terjadi hubungan budaya pengobatan antar kedua negara ini. Para dokter juga akupunturis beramai-ramai mempelajari ilmu medis Belanda, sambil tetap mempertahankan prinsip Chinese medicine.
Phillipp Franz von Siebold, seorang dokter Belanda, sangat tertarik dengan akupuntur Jepang. Ia mengenalkan akupuntur, beserta dengan budaya, keadaan geografis dan lainnya tentang Jepang, ke Belanda. Ini juga memancing orang Jepang, semakin banyak yang tertarik mempelajari ilmu medis Belanda.
Periode Meiji (1868–1912): Jepang membuka diri kepada dunia; Medis Barat lebih disukai ketimbang Akupuntur
Periode Edo yang berbasiskan samurai akhirnya jatuh, penggantinya era Meiji berambisi untuk memperbesar negeri secepatnya, dengan mengadopsi paham Barat agar bisa memposisikan dirinya dengan baik di mata dunia. Maka, pemikiran yang dianggap kuno, termasuk pengobatan Jepang (China) ditolak, dipandang tidak berguna. Sekolah medis barat diperbanyak dan pelajaran pengobatan yang utama adalah kedokteran barat. Ishitsu-rei, sesudah akhirnya bertahan selama 1200 tahun, kini dihapuskan, dan diganti oleh hukum medik kedokteran barat.
Di tahun 1878 sekolah akupuntur untuk tuna netra semakin berkembang, dan para dokter giat mempelajari akupuntur, tetapi untuk mengujinya secara ilmiah. Akupuntur hendak di “ilmiah” kan oleh mereka. Akhirnya yang terjadk adalah perombakan ulang tatanan akupuntur menjadi lebih scientifical. Para praktisi juga mengoperasikan akupuntur dan moksa lebih ke arah bisnis.
Kemunculan Kembali Chinese Medicine dan Akupuntur
Akan tetapi pada tahun 1936 Chinese medicine mulai mendapat perhatian kembali. Buku-buku medis kuno seperti nangyo (nan jing, 1M) mulai dipelajari ulang. Dan para akupunturis makin giat mempelajari akupuntur secara ilmiah.
Pasca Perang Dunia II: Akupuntur dibatasi oleh AS
Sesudah tahun 1945 Jepang kalah oleh Sekutu, General Heardquarters (GHQ) tidak mengizinkan pengobatan akupuntur karena dipandang tidak ilmiah. Akupunturis dan dokter yang menerima akupuntur perlu berusaha keras agar akupuntur bisa diizinkan kembali, dan perjuangan mereka akhirnya berhasil pada 1948. Tetapi sebagai kompensasinya akuountur diwajibkan masuk ke sektor pengobatan medis. Bila sebelumnya akupuntur diatur dalam izin bisnis, sekarang para praktisinya wajib mengambil lisensi kedokteran, yang diberikan di tingkat perfektur.
Pasca Perang Dunia II, peminat Akupuntur Bertambah
Masyarakat Jepang justru lebih menginginkan akupuntur karena nyaman, dan jauh lebih ekonomis ketimbang pengobatan barat. Sebagai hasilnya, sekolah akupuntur yang dulu dikhususkan bagi tuna netra, kini diminati juga oleh orang non tuna netra. Tahun 1983, berdirilah universitas akuountur Jepang yakni Meiji Unjversity od Oriental Medicine. Tahun 1994, universitas ini membuka kelas PhD dan kini, praktisi akupuntur di Jepang bisa mengambil sampai gelar doctoral.
Ujian akupuntur yang semula hanya di tingkat perfektur lokal, pada tahun 1993 mengadopsi sistem ujian nasional. Dalam ujian ini, peserta tuna netra dan non tuna netra mendapat soal ujian yang sama, dan kualifikask lulus dan gelarnya pun juga sama.
Kesimpulan
Akupuntur Jepang yang berasal dari China, telah mengalami transisi dan kemajuan baik secara sosial budaya, karakteristik dan juga lingkungan alam Jepang yang khas. Walaupun ada saatnya Jepang terpentok masalah politik, berkat usaha akupunturis yang tak kenal lelah serta banyaknya permintaan akan akupuntur, kembali ilmu akuountur berkembang. Akupuntur masih akan terus mengalami kemajuan baik secara klinis maupun sains. Akupuntur yang sebelumnya dianggap sebagai pengobatan pertama untuk menyembuhkan, kini juga bisa digunakan untuk relaksasi, perawatan kecantikan, dan olahraga. Bahkan akupuntur bisa membantu mereka yang menderita penyakit mematikan. Ke depannya, akupuntur Jepang bisa menjadi perawatan komplementer dan integratif yang bukan hanya berkembang di Jepang namun juga di seluruh dunia.
Terima kasih telah membaca!